google.com, pub-6935017799501206, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah, Primata Asli Kalimantan yang terancam punah - PLANTER AND FORESTER

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah, Primata Asli Kalimantan yang terancam punah

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah, Primata Asli Kalimantan yang terancam punah

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah
Presbytis rubicunda (Müller) alias Lutung Merah atau Lutung merah marun alias The maroon langur, maroon leaf monkey, atau monyet daun marun, atau monyet daun merah red leaf monkey. Presbytis rubicunda adalah anggota dari famili Cercopithecidae. 

Primata asli Borneo, Kalimantan, Indonesia dan ditemukan hanya di pulau Kalimantan di Asia Tenggara dan di Karimata ditemukan yang lebih kecil dan berkerabat dekat. Presbytis. rubicunda.  Lutung Merah sebagian besar hidup di hutan pada ketinggian di bawah 2.000 m. Mereka memakan daun sekitar 36% dalam kehidupan sehari harinya.

Nama Populer - Pop name    :  Lutung Merah, Lutung merah marun,The maroon langur, maroon leaf monkey, atau monyet daun marun, atau monyet daun merah red leaf monkey

Nama Latin - Latin Name        : Presbytis rubicunda (Müller)
Family                           Cercopithecidae
Origin - Daerah Asal                 :  Kalimantan, Indonesia
Ciri khas                                     :  Primata Berambut merah atau oranye
Keunikan                                     :  Primata Kalimantan, Indonesia

Baca juga :

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Ciri ciri Lutung Merah Presbytis rubicunda

Lutung merah memiliki ekor panjang dan memiliki bulu berwarna kemerahan, wajah berulas kebiruan. Sedangkan anakan berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam pada bagian bawah punggung dan melintang sepanjang bahu. Biasanya kelompok lutung merah ini berjumlah hingga 8 ekor dengan 1 ekor jantan dewasa. Makanan utamanya adalah dedaunan muda dan biji-bijian tumbuhan serta liana.

Lutung merah dapat hidup di area hutan dan perkebunan tertentu dan mungkin keluar dari hutan kemudian memasuki kebun-kebun untuk memakan dedaunan muda dan biji-bijian. Kelestarian populasi lutung merah semakin hari semakin terancam dikarenakan beberapa penyebab utama seperti pembukaan/penebangan hutan berskala besar, kebakaran hutan, perburuan, dan perdagangan satwa liar.

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Habitat Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah 

Monyet daun merah Presbytis rubicunda ditemukan di Asia Tenggara dan habitat khas Monyet Daun Merah merupakan hewan endemik pulau Kalimantan. Habitat mereka padat dan memiliki pepohonan dipterocarp meskipun sudah banyak pohon yang ditebang.

Kalimantan memiliki hutan hujan tropis yang sangat cocok dan sehat untuk kehidupan Lutung Merah. Kalimantan juga berisi daerah gambut dan rawa dangkal yang terdiri dari materi tanaman asam yang membusuk. Daerah berawa ini memiliki kondisi musiman cuaca kering yang ekstrim dan saat musim hujan sungai naik sekitar 2 meter dan terkadang menyebabkan banjir bandang..

Monyet daun merah alias Lutung Merah, adalah primata arboreal dan menghabiskan sebagian besar waktunya di kanopi alias di atas pohon.

Lutung merah juga memiliki wilayah jelajah yang luas dan kepadatan populasi yang rendah dibandingkan dengan primata lainnya. Hal ini diyakini karena mereka mengandalkan pohon tertentu yang langka dan tersebar luas.

Habitat lutung untuk hidup terutama adalah di kawasan hutan hujan, namun lutung juga terkadang sering juga dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan, atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 m dari permukaan laut. Lutung termasuk hewan siang hari (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari (Supriatna et al., 1986). Satwa ini hidup di pepohonan secara bergerombol antara 9-30 ekor terdiri dari satu lutung jantan dewasa dan lutung-lutung betina yang secara komunal membesarkan anak lutung. Lutung jantan dewasa pada kelompok tersebut akan melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung-lutung yang lain (Nurwulan, 2002).

Spesies lutung merah (Presbytis rubicunda) hidup di hutan dengan ketinggian kurang dari 2.000 m di atas permukaan laut. Selain itu, lutung merah juga dapat hidup di hutan rawa (Chivers dan Burton, 1988). Lutung merah banyak ditemukan di pulau Kalimantan, propinsi Kalimantan Barat, negara Indonesia.

Subspesies P. r. carimatae lebih memilih hidup di hutan rawa dan terkadang mengunjungi kebun penduduk setempat untuk mencari makan (Yanuar et al., 1993).

Penyebaran Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah 
Penyebaran lutung merah (Presbytis rubicunda) terdapat di Pulau Kalimantan, negara Indonesia (Kalimantan dan Pulau Karimata) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak), dan kemungkinan juga terdapat di Brunei. Subspesies P. r. rubicunda dapat ditemukan di bagian Timur Sungai Barito dan bagian Selatan Sungai Mahakam, sebelah Tenggara Kalimantan. Subspesies P. r. rubida, banyak ditemukan di bagian Selatan Sungai Kapuas dan bagian Barat Sungai Barito.

Sepanjang Sungai Kapuas bagian Utara sampai Sarawak, Malaysia, subspesies P. r. ignita banyak ditemukan. Subspesies ini kemungkinan juga dapat ditemukan di Sungai Baram, perbatasan Brunei. Subspesies P. r. chrysea tersebar dalam jumlah kecil di bagian Timur Sabah, Malaysia dekat Kinabatangan. Subspesies P. r. carimatae hanya terdapat di Pulau Karimata (Groves, 2001). Selain itu, lutung

merah juga dapat ditemui di Cagar Alam Tanjung Puting dan Cagar Alam Pleihari Martapura, Kalimantan Tengah (Chivers dan Burton, 1988).

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah


Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah sebagai Satwa Primata

Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii dan Anthropoidea. Subordo Anthropoidea terbagi menjadi New World Monkey, Old World Monkey, Apes dan manusia. Lutung termasuk ke dalam grup Old World Monkey. Ciri-ciri Old World Monkey adalah sebagai berikut : 
  1. mempunyai ischial pads, 
  2. mempunyai colon yang terbagi atas bagian ascending, transverse dan descending (adanya sigmoid flexure), dan 
  3. tidak mempunyai appendix (Sajuthi, 1984).
Sajuthi (1984) juga menyatakan bahwa pemeliharaan satwa primata meliputi cara pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, minuman, pembersihan kandang, dan pemeriksaan kesehatan atau kesejahteraan satwa. Golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan pakan yang mengandung 15% protein untuk betina bunting, dan menyusui sebesar 25% protein.

Morfologi Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah,
Lutung merah memiliki bulu berwarna merah sampai jingga kemerahmerahan dengan warna pada daerah perut lebih terang daripada warna pada daerah tangan dan ujung ekor. Bobot badan jantan dewasa lutung merah berkisar antara 6,29 kg dan untuk betina dewasa berkisar antara 6,17 kg (Fleagle, 1999).

Lutung merah memiliki kelenjar ludah yang besar dibandingkan dengan jenis lutung lainnya dan rahang yang dalam dengan formulasi gigi 2:1:2:3 pada kedua rahang, rahang atas dan rahang bawah. Gigi seri lutung merah kecil, akan tetapi gigi gerahamnya tajam. Spesies ini memiliki perut kelenjar yang berfungsi dalam pencernaan selulosa. 

Selain itu, pada perut lutung merah juga mengandung mikroba yang membantu dalam pencernaan selulosa menjadi asam lemak melalui proses fermentasi secara anaerob (Davies et al., 1988)

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah


Perilaku Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Tingkah laku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agen yang mempengaruhinya. Terdapat dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. 

Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, faktor motivasi dan dorongan alat insentif sebagai akibat aktivitas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). 

Sebagian besar satwa liar mempunyai berbagai aktivitas tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian satwa belajar menerapkan salah satu aktivitas yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990).

Tingkah laku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam tingkah laku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal. Tingkah laku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. 

Tiga tahap tersebut yaitu tingkah laku apetitif, konsumatoris dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten,  memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instingtif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Satwa liar mempunyai berbagai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu : 
  1. tingkah laku ingestive atau tingkah laku makan dan minum; 
  2. tingkah laku shelter seeking atau mencari perlindungan adalah kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; 
  3. tingkah laku agonistik atau tingkah laku persaingan antara dua satwa yang sejenis, umumnya terjadi pada saat musim kawin; 
  4. tingkah laku seksual yang merupakan tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina satu jenis; 
  5. care giving atau epimelitic adalah pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour); 
  6. care soliciting atau et-epimelitic atau tingkah laku meminta dipelihara yang merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa; 
  7. tingkah laku eliminative atau tingkah laku membuang kotoran; 
  8. tingkah laku allelomimetik adalah tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; dan 
  9. tingkah laku investigative atau tingkah laku memeriksa lingkungannya. 
  10. Tingkah laku kehidupan primata di alam adalah hidup secara berkelompok. 
Menurut Jolly (1972) dalam Nurwulan (2002), ada dua alasan primata hidup berkelompok, yaitu didorong oleh adanya faktor pemangsa atau predator dan faktor pakan. 

Primata yang hidup berkelompok, individu anggota kelompoknya terdiri dari beberapa tingkatan umur dan jenis kelamin.\

Baca juga :

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah
Perilaku Makan Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh pakan, yaitu : (1) tetap berada di tempat dan pakan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan, dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis pakan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (pakan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau rasa lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan  perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990).


Menurut Tomaszewska et al. (1991), tingkah laku makan, minum dan kegiatan lain yang berhubungan dengan hal tersebut digolongkan ke dalam tingkah laku ingestif. Lutung merupakan satwa primata yang bersifat folivorus (pemakan dedaunan) dan gramnivorus (pemakan biji-bijian), maka umumnya pakannya adalah dedaunan dan biji-bijian, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan  makanan primata (Rijksen, 1978). Dedaunan dan pucuk-pucuk daun ini terletak di ujungujung ranting pohon, posisi tubuh lutung akan berada di atas cabang yang besar dan meraih ranting tersebut atau lutung duduk di atas ranting lain yang masih mampu menopang tubuhnya, kemudian baru mengambil daun yang berada dicabang ranting lain (Fleagle, 1978). 

Daun yang dikonsumsi umumnya daun muda yaitu tiga lembar pucuk di bagian ranting, selanjutnya bunga dan buah. Daun, bunga, atau buah tersebut dapat diambil secara langsung dengan menggunakan mulut atau dengan cara memetiknya terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam mulut. Daun dimakan satu persatu atau dengan cara menggabungkan dua atau
lebih daun sekaligus untuk digigit, setiap gigitan dikunyah antara 10-30 kali (Prayogo, 2006).
         :
Perilaku Grooming Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah 
Tingkah laku grooming adalah kegiatan menyisik badan dan mencari kutu yang merupakan tingkah laku sosial yang umum dilakukan oleh primata. Pada lutung, kegiatan ini terjadi antara induk dan anak, satu induk dengan induk lain, atau antara tiga individu, yaitu antara anak, induk dan individu dewasa lainnya (Eimerl dan de Vore, 1974). Kondisi ekologi juga mempengaruhi frekuensi interaksi sosial. Pada daerah yang subur, interaksi sosial akan lebih tinggi daripada di daerah yang kurang subur. Tingkah laku sosial pada primata umumnya berimbang antara persaingan dan kerjasama. Umumnya kegiatan memelihara, berkumpul dan tingkah laku kerjasama lainnya, pada semua jenis primata, dimulai pada saat masa anak-anak (Smuth et al., 1987).

Perilaku Lokomosi Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah
Menurut Fleagle (1978), pergerakan lutung dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan penggunaan tungkainya, yaitu 
  1. quadrupedal : berjalan dan berlari, yaitu bergerak secara kontinyu, biasanya bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya; 
  2. leaping : melompat secara terputus-putus dan berlangsung sangat cepat, gerakan ini menggunakan dua tungkai belakang dan saat mendarat menggunakan tungkai depan atau tungkai belakang, gerakan ini bila dilakukan secara terus-menerus disebut hopping; 
  3. climbing : gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal menggunakan variasi antara keempat tungkainya, kedua tangannya digunakan untuk menarik tubuhnya ke atas sedangkan kedua kakinya digunakan untuk mendorong; dan 
  4. arm-swinging : gerak menggantung dan mengayun dari satu pohon ke pohon lainnya. Lutung merah (Presbytis rubicunda) bergerak secara quadrupedal.

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah


Perilaku Istirahat Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Tingkah laku istirahat berlangsung apabila satwa primata relatif tidak bergerak, misalnya duduk, berdiri, tidur, atau berbaring pada tenggeran. Kegiatan istirahat pada primata termasuk lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban (Prayogo, 2006). Aktivitas istirahat terbagi ke dalam dua tipe, yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur, sedangkan

istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya. Waktu istirahat penting dilakukan oleh  lutung dan primata lainnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990).

Perilaku Reproduksi Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Tingkah laku reproduksi lutung akan dimulai dengan lutung betina yang melakukan pergerakan secara berirama dari satu sisi ke sisi yang lain dan kemudian maju lalu menggerakkan kepalanya ke arah lutung jantan. Seekor lutung jantan tidak selalu mengawini seekor lutung betina yang menunjukkan tingkah laku ingin dikawini (birahi), namun ketika seekor lutung jantan mengawini lutung betina maka frekuensi perkawinan akan berlipat ganda. Jika dua lutung betina memohon untuk dikawini oleh seekor lutung jantan secara serempak, maka kedua betina tersebut akan dikawininya dan apabila seekor

lutung jantan berpaling dari lutung betina yang ingin dikawini, maka lutung betina tersebut akan maju untuk melakukan pendekatan dengan lutung jantan (Bernstein, 1968).

Perilaku Vokalisasi Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Lutung merah merupakan spesies arboreal, satwa yang hidup di atas pepohonan, sehingga lutung jarang meninggalkan pohon-pohon besar tempatnya tinggal secara alami. Spesies ini hidup berkelompok antara 2-13 individu di dalamnya. Kelompok ini akan terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk mencari pakan pada pagi hari. Setelah mencari pakan, kelompokkelompok kecil ini beristirahat saat siang hari dan kembali berkumpul pada waktu sore hari. Tingkah laku vokalisasi yang dilakukan oleh lutung merah diantaranya adalah : 

  1. panggilan keras dan panjang, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa berfungsi untuk menunjukkan batas wilayah kekuasaan mereka dan 
  2. panggilan peringatan, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa apabila mereka melihat adanya penyusup atau gangguan (Supriatna et al., 1986).

Jenis makanan Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah 
Pakan lutung umumnya adalah dedaunan, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda, biji-bijian dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung.

Variasi pakan inilah yang mengakibatkan lutung disebut herbivora. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan pakan primata (Rijksen, 1978). Lutung memiliki gigi molar yang lebar dan besar, hal ini menunjukan adanya adaptasi anatomi terhadap berbagai jenis pakan (Suwelo, 1982). Lutung sebagai pemakan dedaunan memiliki saluran pencernaan yang rumit, namun keuntungannya ialah saluran tersebut dapat mencerna dedaunan yang tua. Hal ini terjadi karena di dalam perutnya terdapat banyak bakteri yang dapat mengubah selulosa dan melepaskan energi (MacDonald, 1984).

Menurut Smuth et al. (1987), semua primata memiliki kebutuhan yang sama dalam mendapatkan energi, asam amino, mineral, vitamin, air dan asam lemak tertentu. Namun, betina yang menyusui akan membutuhkan protein dan mineral yang lebih banyak dari yang tidak menyusui. Lutung makan dengan menggunakan kedua tangannya. Biasanya setelah mengambil pakan, lutung membawa pakannya ke atas atau batang pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang. Posisi yang sering dilakukan lutung ketika makan adalah posisi duduk di batang pohon dan makan di atas jeruji besi dengan posisi tangan kiri memegang besi dan tangan yang lainnya digunakan untuk memasukkan pakan ke dalam mulutnya (Nurwulan, 2002). Rataan konsumsi bahan kering di penangkaran yang dilaporkan Farida (2010), sejumlah 78,09 g/ekor/hari dan kebutuhan nutrisinya sebesar 6,31% abu, 12,06% protein kasar, 3,74% serat kasar dan 64,32% bahan ekstrak tanpa nitrogen.

Pemilihan dan Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) diartikan sebagai jumlah pakan yang dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat pakan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme  dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indera hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah (Arora, 1989). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan, apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991).

Menurut Rowe (1996), lutung memakan daun kurang lebih 80% dari kebutuhan hidupnya, sedangkan sisanya berupa pakan buah-buahan. Bagian daun yang dimakan ujung daun, sedangkan bagian yang terbuang sebesar 10-66%. Daun yang masih muda biasanya dimakan habis, apabila daunnya sudah cukup tua maka yang dimakan hanya bagian ujung daun saja. Hal ini terjadi karena lutung dapat memilih jenis pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan daun yang sudah tua biasanya kandungan nutrisinya sudah berkurang, selain itu bagian ujung daun yang sudah tua diduga rasanya lebih enak karena kandungan nutrisinya lebih banyak daripada bagian pangkal daun. Lutung lebih menyukai daun dengan pucuk-pucuk muda karena pada daun ini sedikit mengandung lignin dan tanin daripada daun yang sudah tua (Prayogo, 2006).

Beberapa jenis tumbuhan yang menjadi santapan Sang Lutung Merah,

Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea)
Bauhinia purpurea adalah spesies tanaman berbunga dari keluarga Fabaceae yang berasal dari China Selatan (Hong Kong) dan Asia Tenggara. Tanaman ini berukuran sedang dengan daun yang besar berbentuk hati.

Permukaan daunnya halus dan berbulu. Ukuran diameter daun dan tangkai daun berkisar antara 8-15 cm dan 4 cm. Tanaman ini biasanya berbunga pada bulan Oktober-Desember dengan bunga berwarna merah muda hampir putih (Rajaram dan Janardhanan, 1991).

Beringin (Ficus benjamina)
Beringin banyak ditemukan di tepi jalan, pinggiran kota atau tumbuh di tepi jurang. Pohonnya besar dengan tinggi 20-25 m dan memiliki sistem perakaran tunggang. Batang pohon beringin berbentuk bulat tegak, dengan permukaan kasar dan berwarna cokelat kehitaman. Percabangan batangnya simpodial, pada batang keluar akar gantung (akar udara). Daunnya tunggal berwarna hijau, bertangkai pendek, dengan letak menyilang dan saling berhadapan. Panjang daunnya 3-6 cm, lebar 2-4 cm dan sistem pertulangan daunnya menyirip. Bunga beringin tunggal, keluar dari ketiak daun, dengan kelopak berbentuk corong, mahkota berbentuk bulat dan berwarna kuning kehijauan (Hutapea, 1994).

Pisang Siam (Musa paradisiaca)

Pisang siam merupakan salah satu kultivar dari tanaman pisang yang termasuk dalam kelompok ABB (triploid). Pisang siam berdasarkan cara konsumsi buahnya termasuk dalam kelompok pisang yang langsung dapat dikonsumsi dan pisang olahan (Valmayor et al., 2000). Pisang mempunyai kandungan gizi yang baik dan menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Mineral yang terdapat dalam buah pisang antara lain

kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Buah pisang juga mengandung vitamin B kompleks, B6, C dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Simmond, 1986)

Dan beberapa tanaman hutan lainnya.

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah


Klasifikasi  Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Class         : Mammalia
Order         : Primates
Sub Order  : Haplorhini
Infraoeder  : Simiiformes
Family        : Cercopithecidae
Genus        : Presbytis
Species      : Presbytis rubicunda
Binomial name
Presbytis rubicunda (Müller, 1838)

Lutung merah (Presbytis rubicunda) dibagi menjadi beberapa subspesies, yaitu P. r. rubicunda, P. r. rubida, P. r. ignita, P. r. carimatae dan P. r. chrysea (Napier dan Napier, 1967).

Status Konservasi Lutung Merah
Populasi lutung merah sebagai satwa liar keberadaannya di alam berstatus least concern, yang berarti populasi lutung merah mengalami penurunan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian tanaman,

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun fauna. Kekayaan ini merupakan asset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Salah satu keanekaragaman fauna tersebut adalah lutung merah (Presbytis rubicunda) dari jenis primata, yang saat ini populasinya mengalami penurunan dan diperkirakan terancam punah. Sudah selayaknya bangsa Indonesia wajib mempertahankan dan
menjaga populasi yang ada agar populasi lutung merah tidak punah. Kepunahan satwa liar ini pada umumnya disebabkan oleh tingkah laku manusia yang tidak bertanggung jawab. Perburuan liar dan penjualan satwa secara ilegal sangat banyak terjadi, sehingga populasi satwa tersebut semakin berkurang. Selain itu,
hutan-hutan yang merupakan habitat asli dari satwa liar banyak dijadikan sebagai lahan perkebunan untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Akibatnya satwa liar tersebut akan mati dan berkurang populasinya karena habitat aslinya sudah tidak ada lagi.

Lutung merah adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, hal ini sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991. Status konservasi lutung merah ini terdaftar dalam Appendix II CITES (Nijman dan Meijaard, 2008). IUCN menyatakan status konservasi lutung merah adalah least concern, artinya rentan terhadap gangguan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Perlindungan terhadap lutung merah makin dikuatkan dengan adanya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa langka tersebut tidak boleh diperjualbelikan. Menurut Antara News (2007), bagi pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun dan denda Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah


Lokasi Pemotretan Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah

Lokasi pemotretan di Taman Safari, Bogor, Jawa Barat

Detail :
Camera maker : Nikon Corporation
Camera model : Nikon D5200
F Stop : f/5.6
Exposure time : 1/125 sec.
ISO Speed : ISO 400 
Focal lengh : 300 mm
Lens : Sigma 70-300mm f/4-5.6 DG Macro 
Dilarang Meng Copy dan Memperbanyak foto tanpa seijin pemilik Blog

Kamus Identifikasi tumbuhan dan tanaman serta Sumber Informasi untuk Pengenalan Tumbuhan dan Tanaman 

Planter and Forester

0 Response to "Presbytis rubicunda (Müller), Lutung Merah, Primata Asli Kalimantan yang terancam punah"

Post a Comment

Arsip Blog

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel