google.com, pub-6935017799501206, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu, Yang Bernilai Tinggi - PLANTER AND FORESTER

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu, Yang Bernilai Tinggi

 Aquilaria filaria (Oken) Merr. Pohon Penghasil Gaharu yang bernilai Tinggi

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Aquilaria filaria adalah pohon dengan habitus yang bisa tumbuh hingga setinggi 17 - 20  meter. Diameter batang bisa mencapai 50 cm.

Kayu dari semua anggota genus ini, bila terinfeksi jamur, menjadi sumber gaharu yang sangat harum dan bernilai tinggi sebagai dupa, pewangi, dan obat. Tanaman juga menyediakan serat yang bermanfaat.

Gaharu merupakan komoditi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) andalan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi terutama untuk pemenuhan kebutuhan pasar industri kosmetik dan farmasi. Permintaannya yang tinggi serta ketersediaannya yang terbatas di alam menyebabkan harga komoditi ini relatif sangat tinggi (Nurapriyanto dkk. 2004).

Gaharu berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu aguru yang berarti kayu berat (tenggelam). Gaharu adalah produk komoditas HHBK dalam bentuk kayu serpihan, potongan, serutan dan atau bubuk yang di dalamnya terkandung komponen kimia berupa resin dan bila dibakar akan mengeluarkan aroma keharuman yang khas. Masyarakat awam seringkali mengaburkan istilah gaharu dengan pohon gaharu.

Nama Populer - Pop name    :  Gaharu, Agar Wood

Nama Latin - Latin Name        :  Aquilaria filaria (Oken) Merr
Family                           Thymelaeaceae
Origin - Daerah Asal                 : Southeast Asia - Indonesia, Philippines, New Guinea.
Letak Landscape                         :  Tanaman Peneduh, Penghasil gaharu
Tipe Tanaman Hias                     Tanaman Pohon Peneduh
Propagasi perbanyakan                 : Biji dan cangkok
Media Tanam                     : Tanah Kebun 
Perlakuan khusus                     : Pemangkasan dan Pemupukan 

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Menurut SNI 01-5009.1-1999 gaharu didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. Beberapa nama diberikan pada gaharu, seperti agarwood, aloeswood, gaharu (Indonesia), ood, oudh, oodh (Arab), chenxiang (China), pau d’aquila (Portugis), bois d’aigle (Perancis), dan adlerholz (Jerman).

Di Indonesia, gaharu memiliki nama yang berbeda-beda menurut daerah, seperti karas, alim, garu, dll. Gaharu dihasilkan oleh tumbuhan dari famili Thyeleaceae dengan 6 genus, Euphorbiaceae 1 genus dan Leguminoceae 1 genus. Selain Indonesia, gaharu juga dihasilkan dari beberapa negara seperti India, Myanmar, Thailand, Malaysia, Filiphina, Brunei Darusalam, Papua New Gini, China dan Indochina. Jenis-jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia, dimana gaharu tersebut tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan dihasilkan dari jenis pohon yang berbeda pula untuk setiap daerah.

Gaharu di Indonesia mulai dikenal masyarakat sejak tahun 1200-an dan sebagain besar produksi hingga saat ini masih merupakan produksi hutan secara alami. Semula gaharu diburu masyarakat dengan cara dipungut dari pohon alam yang telah mati dengan sebagian besar produk tergolong dalam kelas gubal, dimana dengan kandungan resin yang tinggi di alam tidak akan lapuk dimakan usia. 

Namun, semakin sulitnya memperoleh pohon yang mati, masyarakat pemburu gaharu di berbagai daerah penghasil, mencari gaharu dengan cara menebang pohon hidup, kemudian mencari bagian kayu dengan cara mencacahnya untuk mendapatkan kayu berwarna hitam, hitam-coklat dan putihkuning bergaris-garis hitam. Cara tersebut berdampak buruk bagi kelestarian sumberdaya pohon penghasil gaharu, sehingga Convention International Trade Endangered Species (CITES) menetapkan 2 genus Famili Thymeleaceae yaitu Aquilaria sp dan Gyrinops sp masuk sebagai tumbuhan dilindungi dalam kelompok Apendix II CITES. 

Ada beberapa species pohon yang menghasilkan kayu gaharu untuk diekspor yaitu :
  1. Aquilaria malacensis 
  2. Aquilaria filarial
  3. Aquilaria microcarpa 
  4. Aquilaria cressna 
  5. Grynops sp 

Gaharu terbentuk dalam jaringan kayu akibat pohon terinfeksi penyakit cendawan (fungi) yang masuk melalui luka batang (patah cabang). Adapun jenisjenis penyakit dari genus cendawan (fungi) yang terdapat di berbagai wilayah sentra produksi yang diduga sebagai postulat pembentuk gaharu adalah Fusarium sp, Phytium sp, Libertella sp, Rizoctonia sp, Trichoderma sp, Thiolaviopsis sp, Acremonium sp, Botrydiplodia sp, Penicillium sp dan Lasiodiplodia sp.

Perkembangan Harga Gaharu

Perkembangan harga Gaharu, baik di pasar dunia maupun ditingkat pedagang pengumpul dikarenakan Indonesia merupakan produsen terbesar gaharu dunia. Pada tahun 1980, harga gaharu ditingkat pedagang pengumpul berkisar Rp 80.000 per kg untuk kualitas super. Awalnya, kenaikan harga gaharu relatif lambat, yaitu hanya naik menjadi Rp 100.000 per kg pada tahun 1993. Kenaikan pesat terjadi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, dimana harga gaharu mencapai Rp 3-5 juta per kg. Kenaikan harga gaharu berlanjut dan makin tajam hingga mencapai Rp 10 juta per kg pada tahun 2000 dan meningkat lagi hingga mencapai Rp 15 juta per kg pada tahun 2009 (Adijaya 2006 dan Wiguna 2009). 

Perkembangan harga yang semakin baik, membuat prospek gaharu semakin baik untuk pasar luar negeri karena permintaan luar negeri cukup tinggi. Namun, produksi gaharu Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan gaharu dunia. Indonesia bersaing dengan negara-negara penghasil gaharu lainnya. Jika Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut, maka Indonesia dapat menjadi negara pengekspor yang dapat diandalkan, selain meningkatkan keuntungan bagi setiap pengusaha juga dapat menunjang devisa dan perluasan kesempatan kerja.

Berbagai daerah di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung dan NTT mulai mengembangkan pembudidayaan gaharu untuk mengantisipasi berkurangnya produksi gaharu Indonesia. Daerah Bogor merupakan daerah yang sangat serius dalam melakukan budidaya gaharu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor sudah melakukan penelitian gaharu semenjak tahun 2000 dan sudah menemukan teknik budidaya gaharu yang dipastikan bisa menghasilkan gubal gaharu yang harum dan mempunyai nilai rupiah yang sangat tinggi.

Nilai guna gaharu awalnya hanya digunakan sebagai bahan pengharum tubuh dan ruangan dengan cara pembakaran (fumigasi) serta sebagai bahan baku dupa atau hio yang digunakan dalam upacara ritual keagamaan masyarakat Hindu dan Budha. Pada saat ini, gaharu banyak dibutuhkan sebagai bahan baku industri pengikat (fixatif) minyak wangi serta bahan baku industri obat tradisional herbal.

Sementara ini, produk ekspor gaharu Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk potongan kayu. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai tambah perlu digalang bermacam jenis produk perdagangan ekspor gaharu dalam berbagai bentuk produk barang setengah jadi dan barang jadi dengan kualitas dan kontinuitas yang tertata secara baik sesuai perkembangan permintaan pasar dunia. 

Harga Kayu Gaharu Sesuai Grade Tahun 2010 di Pulau Jawa sesuai  Grade Kayu Gaharu Harga (Rp/kg)
  1. Grade A Super king 15.000.000
  2. Grade A 10.000.000
  3. Grade AB 5.000.000
  4. Grade C 2.000.000
  5. Grade D 1.000.000
  6. Grade E 500.000
  7. Low Grade 100.000 - 300.000
  8. Gaharu untuk minyak 10.000 - 100.000

Harga jual gaharu di pasar lokal berbeda dibandingkan dengan yang beredar di pasar internasional, karena negara-negara pengekspor gaharu yang ada, mampu menjual gaharu dalam bentuk yang lebih bernilai jual. Peningkatan nilai jual pada suatu produk dapat dilakukan dengan pengubahan bentuk dari produk mentah menjadi produk olahan, baik berupa produk setengah jadi, maupun produk jadi. Produk jadi ini memiliki nilai tambah dan mampu meningkatkan pendapatan bagi perusahaan yang memproduksinya.

Salah satu alternatif dalam meningkatkan nilai tambah pengusahaan dapat dilakukan dengan mengembangkan jenis produk jadi yang memiliki nilai ekonomis pasar yang menguntungkan, salah satunya yaitu pengembangan produk minyak atsiri gaharu. Harga ekspor minyak gaharu di pasaran dunia sangat tinggi, berdasarkan pengalaman salah satu penyuling, titik terendah harga minyak gaharu sudah mencapai 7000 US$ per kg. Selain harga bahan baku yang mahal, tingginya harga minyak gaharu juga dipengaruhi oleh keterbatasan bahan baku dan rendemen minyak yang diperoleh dari hasil penyulingan relatif sedikit.

Produsen penyuling minyak gaharu masih sangat minim jumlahnya, karena untuk melakukan penyulingan pada gaharu, modal yang dibutuhkan tidak sedikit. Namun, berdasarkan kenyataan mengenai tingginya nilai jual produk olahan gaharu, maka semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk mengembangkan produk olahan gaharu, seperti minyak gaharu, dupa, hio, sabun, teh gaharu, dll. Hal itu dilakukan perusahaan demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dari pengushaan gaharu tersebut

Konsumen Gaharu

Gaharu tidak banyak dikonsumsi di dalam negeri lantaran harganya yang mahal. Hal ini membuat para pengusaha gaharu lebih memilih mengekspor ke pasar internasional, sebab permintaan pasar internasional tinggi. Berbagai negara konsumen atas produk komoditi gaharu antara lain, berbagai negara Timur Tengah, China, Jepang, Korea, Taiwan, Eropa, Amerika, Jerman, dan Belanda.

Dari beberapa negara tersebut, kontribusi ekspor terbesar ke wilayah Timur Tengah, sebesar 60 hingga 70 persen.

Gaharu merupakan produk yang memiliki nilai jual tinggi walaupun tidak diolah atau masih dalam bentuk kayu. Namun, ketika produk gaharu tersebut diolah, maka akan semakin meningkatkan nilai jualnya. Pada tahun 2010, nilai jual gaharu sebelum diolah ditingkat pedagang pengumpul lokal berkisar Rp 10.000,00 per kg untuk gaharu kualitas paling rendah hingga mencapai Rp 15.000.000,00 per kg untuk gaharu kualitas super, yaitu tergantung seberapa banyaknya kandungan resin pada gaharu tersebut (Anonim 2010)

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Klasifikasi Gaharu

Gaharu memiliki klasifikasi tersendiri sesuai dengan mutu kualitas yang diberikan. Adapun klasifikasi gaharu tersebut menurut standarisasi gaharu dalam SNI 01-5009.1-1999 yang ditetapkan oleh departemen kehutanan yaitu:

1) Gubal gaharu dibagi dalam tanda mutu, yaitu :
a) Mutu utama, dengan tanda mutu U, setara mutu super.
b) Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu AB.
c) Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu sabah super.
2) Kemedangan dibagi dalam 7 (tujuh) kelas mutu, yaitu :
a) Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu TGA atau TK I.
b) Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu SB I.
c) Mutu ketiga, dengan tanda mutu III, setara mutu TAB.
d) Mutu keempat, dengan tanda mutu IV, setara mutu TGC.
e) Mutu kelima, dengan tanda mutu V, setara mutu M 1.
f) Mutu keenam, dengan tanda mutu VI, setara mutu M 2.
g) Mutu ketujuh, dengan tanda mutu VII, setara mutu M 3.
3) Abu gaharu dibagi dalam 3 (tiga) kelas mutu, yaitu :
a) Mutu Utama, dengan tanda mutu U.
b) Mutu pertama, dengan tanda mutu I.
c) Mutu kedua, dengan tanda mutu II.

Pada klasifikasi tersebut terdapat beberapa istiah untuk gaharu. Berikut adalah pengertian dari istilah tersebut, yaitu:

1) Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan. 

2) Damar gaharu adalah sejenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya yang hitam kecoklatan.

3) Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat.

4) Kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklatcoklatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak. 

Minyak Gaharu

Minyak gaharu merupakan minyak yang berasal dari proses penyulingan gaharu. Penyulingan gaharu dapat dilakukan dengan metode destilasi uap dan manual. Minyak Gaharu biasanya berwarna kuning atau coklat gelap. Gaharu yang digunakan untuk membuat minyak gaharu adalah gaharu kualitas kamedangan.

Penyulingan gaharu melalui teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap. Tenaga uap tersebut menyebabkan sel tanaman gaharu dapat terbuka dan menghasilkan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum. Kemudian uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran air dan minyak kemudian dipisahkan hingga membentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah (Dewan Atsiri Indonesia dan IPB 2009).

Proses penyulingan minyak gaharu secara manual dilakukan dengan cara merendam kayu gaharu dalam air kemudian memindahkannya ke dalam wadah untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah (Dewan Atsiri Indonesia dan IPB 2009).

Minyak Atsiri

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang. Minyak atsiri merupakan bahan yang bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir dan bau mirip tanaman asalnya. Umumnya minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri juga disebut dengan essential oils, etherial oils, atau volatile oils. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis (Dewan Atsiri Indonesia dan IPB 2009). Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae.

Mengacu pada Dewan Atsiri Indonesia dan IPB (2009) proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) penyulingan (distilation). Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan.

Minyak atsiri memiliki kegunaan yang sangat banyak tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, komestik, flavour makanan dan obat-obatan. Industri komestik dan minyak wangi menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi, shampo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri.

Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida. 

Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong, Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil Association of India dalam publikasinya yang berjudul Vasion 2005 India Essential Oil Industry, peringkat pertama produsen minyak atsiri dunia adalah Brasil disusul oleh Amerika Serikat dan India. Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia (Lutony dan Rahmayati 2000). Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diusahakan di Indonesia.

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. 

Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10 persen dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian (Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, 2009).

Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman penjajahan (Lutony dan Rahmayati 2000). Namun, jika dilihat dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal tersebut karena sebagian besar pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi sederhana/tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas.

Ciri ciri dan Identifikasi tanaman

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Habitus Tanaman

Tinggi Tanaman  : hingga 20 m
Diameter Tajuk    : hingga 10 m
Tanaman
Pohon : batang berkayu, tumbuhan berukuran besar, percabangan jauh dari tanah

Batang dan Percabangan Tanaman

Berwarna abu abu gelap.

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Daun Tanaman

Bentuk daun - Leaf Shape                                : Lanset, Elliptic
Susunan daun - Leaf Arrangement :                 : Pinnate
Susunan daun dari batang - Leaf Arr. on Stem : Petiole
Tulang daun - Leaf Venation                             : Menyirip
Pinggir daun - Leaf Margins                              : Raya, Serrate
Pangkal daun                                                    : Meruncing
Ujung daun   - Leaf Tip                                      : Meruncing
Warna daun - Leaf Colour                                 : Hijau, hijau tua kecoklatan
Tangkai daun atau petiole                                  : Petiole
Ukuran daun - Leaf Size                                    : Panjang 10 -15 cm, Lebar 2 - 4 cm
Permukaan daun                                               : Rata dan Licin

Bunga Tanaman

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Buah Tanaman

Kesesuaian Lahan dan Adaptasi

Ketinggian tempat altitude        : 10 - 1.600 m dpl
Kesesuaian suhu                      : 10 - 34 derajat celcius
Kesesuaian tanah                     : sebaiknya tanah subur dan gembur
Kesesuaian curah hujan           : 1.200 - 2.500 mm per tahun
Kesesuaian cahaya                  : Semi Shade, Full Sun
Pertumbuhan Tanaman            : lambat
Kebutuhan Air                           : moderat
Kebutuhan Perawatan              : intensif

Perbanyakan
Perbanyakan tanaman dengan biji, Cangkok

Klasifikasi Tanaman

Class         : Rosids
Order         : Malvales
Family        : Thymelaeaceae
Genus        : Aquilaria
Species      : Aquilaria malaccensis

Manfaat Tanaman
Manfaat tanaman Gaharu Dupa yang diperoleh dari kayu bersifat afrodisiak, karminatif dan obat penenang. Ini digunakan dalam pengobatan kanker, terutama kelenjar tiroid, dan sebagai pengobatan untuk kondisi seperti keluhan perut, kolik, diare dan asma.

Inti kayu dari tanaman tua, dan yang lebih muda yang terinfeksi jamur, menghasilkan resin yang sangat aromatik. Dikenal sebagai gaharu, kayu ini sangat dihargai sebagai sumber minyak esensial dan dupa dan banyak digunakan dalam upacara Buddha, Hindu, dan Konfusianisme.

Minyak esensial yang diperoleh dari inti kayu, terutama dari tanaman yang terinfeksi jamur, digunakan dalam wewangian oriental yang mewah

Kulit kayu bagian dalam yang berwarna keperakan sangat dihargai karena kekuatan dan daya tahannya. Ini digunakan untuk membuat tali dan kain

Kayu dari pohon yang tidak berpenyakit sangat ringan. Ini dapat digunakan untuk keperluan seperti konstruksi dalam ruangan ringan, veneer dan membuat kotak

Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu

Status Konservasi
Pada tahun 1995 pohon penghasil gaharu Aquilaria sp dimasukkan dalam daftar kelompok Apendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) karena perburuan yang tidak terkendali.

Sejak dimasukkan dalam daftar kelompok Apendix II CITES, kuota
ekspor gaharu dibatasi hanya 250 ton per tahun. Namun sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh dibawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon gaharu (Aquilaria sp dan Gyrinops sp) dimasukkan dalam Apendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Eksploitasi hutan dan perburuan gaharu yang tidak terkendali menyebabkan penurunan kemampuan ekspor gaharu Indonesia. Sebagai gambaran, pada Tabel 2 disajikan data hasil kajian tentang perdagangan ekspor gaharu di Indonesia.
Kekhawatiran akan punahnya spesies gaharu di Indonesia membuat Departemen Kehutanan menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton per tahun sejak tahun 2005.

Lokasi Pemotretan

Lokasi pemotretan di Arboretum Manggala Wana Bakti, Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Indonesia

Detail :
Camera maker : Samsung
Camera model : SM-G935F
F Stop                1.7 
Exposure time : 1/50 sec
ISO Speed :  125
Focal lengh : 4 mm
Lens : 

Kamus Identifikasi tumbuhan dan tanaman serta Sumber Informasi untuk Pengenalan Tumbuhan dan Tanaman 

Planter and Forester
















0 Response to "Aquilaria filaria (Oken) Merr., Kayu Gaharu, Yang Bernilai Tinggi"

Post a Comment

Arsip Blog

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel