google.com, pub-6935017799501206, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Informasi Kinerja 12 Klon Karet Unggul Anjuran dan Kesesuaiannya Pada Kondisi Berbagai Agroekosistem - PLANTER AND FORESTER

Informasi Kinerja 12 Klon Karet Unggul Anjuran dan Kesesuaiannya Pada Kondisi Berbagai Agroekosistem

Informasi Kinerja 12 Klon Karet Unggul Anjuran 
dan 
Kesesuaiannya Pada Kondisi Berbagai Agroekosistem

Pendahuluan
Klon unggul adalah suatu genotipe tanaman yang memiliki potensi hasil dan sifat-sifat agronomis lebih baik dari pada genotipe standar yang biasa digunakan sebagai bahan  tanaman dalam pertanaman komersial. Keunggulan suatu klon ditentukan oleh faktor genetik yang dikandungnya dan diekspresikan dalam bentuk morfologis, susunan anatomis dan proses fisiologis yang menunjang pertumbuhan, potensi hasil dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Perbedaan keunggulan suatu klon dengan klon lainya disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang menunjang ketiga faktor di atas.

Potensi klon unggul dari segi budidaya berkaitan dengan tingkat pencapaian produktivitas dan peran sifat-sifat baik yang dimilikinya dalam mengatasi kendala tekanan lingkungan fisik dan biologis secara efektif, efisien dan ekonomis. Mengingat kendala tekanan bervariasi menurut lokasi dan keadaan lingkungan, maka secara praktis potensi klon berkaitan dengan karakter daya adaptasi yang dimilikinya. Hal ini berarti bahwa jenis klon yang memiliki karakteristik berbeda akan membutuhkan kondisi lingkungan berbeda pula guna mewujudkan tingkat produktivitas maksimal yang dimilikinya.

Disebabkan besarnya keragaman lingkungan tumbuh tanaman karet di Indonesia, maka diperlukan pula berbagai jenis klon unggul dengan latar belakang daya adaptasi berbeda untuk di kembangkan. Penyusunan klon anjuran secara nasional dari waktu ke waktu tetap mengacu kepada tersedianya alternatif jenis klon unggul yang banyak bagi pekebun. Namun  permasalahannya, dalam pengembangan hanya jenis klon-klon tertentu saja yang dimanfaatkan. Hal ini terbukti, demikian dominannya pengembangan klon GT 1 di pertanaman pada masa yang lalu. Pada saat ini, kekhawatiran juga terdapat pada klon PB 260 yang paling luas ditanam di Indonesia. Resiko terbesar yang berbahaya adalah jika terjadi gangguan keseimbangan lingkungan berupa serangan penyakit secara eksplosif terhadap PB 260, maka terjadi kerusakan tanaman secara luas.  

Dalam pembudidayaan tanaman, potensi hasil ditentukan oleh jenis klon dan tingkat realisasinya dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan dan kesempurnaan manajemen pengelolaan. Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan potensi klon tiada lain adalah upaya penempatan jenis klon unggul pada kondisi lingkungan yang optimal dengan sistem pengelolaan yang tepat. Upaya ini hanya dapat dilakukan dengan menyesuaikan keadaan lingkungan dan potensi klon secara baik.

Keadaan lingkungan perkebunan karet bervariasi menurut tingkat dan jenis permasalahan agronomis yang menjadi faktor pembatas terhadap pencapaian produktivitas. Tingkat variasi ini berkisar dari sub-optimal sampai dengan optimal  menurut jenis kendala lingkungan yang berkaitan dengan faktor tanah, iklim, dan jasad pengganggu.
          

Kemajuan Produktivitas Klon 
Kemajuan pemuliaan karet dapat diukur dari pencapaian peningkatan potensi produksi dari klon-klon unggul baru yang dihasilkan, dibandingkan dengan klon  sebelumnya. Selama empat generasi pemuliaan karet dari tahun 1910 sampai saat ini telah mencapai kemajuan yang pesat. Hal ini dapat diukur dari peningkatan potensi tanaman untuk menghasilkan lateks serta perbaikan sifat-sifat sekunder lainya seperti pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap gangguan angin, respon terhadap stimulan, ketahanan terhadap kering alur sadap (KAS) dan perbaikan mutu lateks. Kegiatan pemuliaan dan seleksi karet di Indonesia telah berjalan selama empat generasi yang dimulai pada tahun 1910-1935 (generasi-1), tahun 1935-1960 (generasi-2), tahun 1960-1985 (generasi-3) dan tahun 1985-2010 (generasi-4). Dari empat generasi yang sudah berjalan, terdapat kemajuan genetik yang besar yaitu adanya peningkatan rata-rata potensi produksi karet kering dari sekitar 500 kg/ha/th pada populasi awal berupa tanaman semaian terpilih (selected seedling) menjadi 2.500 kg/ha/th dan masa tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat  disingkat dari enam tahun menjadi empat tahun.

Kemajuan produksi yang dicapai selama 10 tahun sadap dari generasi-1 sampai generasi-4 dapat dilihat pada Gambar 1(Aidi-Daslin, 2005). Pada generasi-1 penanaman semaian terpilih (selected seedling) hasil seleksi massa mencapai  rata-rata potensi produksi karet kering sebesar 20,9 g/p/s.  Klon-klon primer diperoleh pada pemuliaan generasi-2 dengan rata-rata produksi mencapai 35,6 g/p/s, 70 % lebih baik dibanding generasi-1. Klon primer pertama yang dihasilkan adalah Ct 3, Ct 9 dan Ct 88 kemudian menyusul klon unggul primer lainya seperti Tjir 1, GT 1, PR 107 dan AVROS 2037, dan lain-lain. Selanjutnya klon-klon terbaik dari generasi-2 dipilih sebagai tetua dalam program persilangan dan menghasilkan klon-klon sekunder pada generasi-3 dengan rata-rata produksi karet kering mencapai 44,9 g/p/s  yaitu 26 % lebih baik dari klon-klon generasi-2. Beberapa klon-klon terbaik pada generasi-3 diantaranya adalah  PR 255, PR 300, TM 2, TM 6.  Kemajuan produksi yang diperoleh pada klon generasi-3 tidak begitu besar dibandingkan dengan kemajuan yang diperoleh pada generasi-2.  Hal ini disebabkan sudah semakin sempitnya keragaman genetik dari material yang digunakan selama tiga generasi dari material Wickham yang masuk ke Indonesia pada tahun 1876. Sejak tahun 1984 Indonesia telah menerima secara bertahap material genetik hasil ekspedisi IRRDB tahun1981, tetapi material baru ini tidak banyak diharapkan dapat digunakan dalam program pemuliaan untuk perbaikan potensi hasil lateks, karena sebagian besar genotipe memiliki potensi kayu yang tinggi tetapi hasil lateks rendah.


Gambar 1. Kemajuan Produktifitas Empat Generasi Pemuliaan Karet 
Klon Karet Unggul Anjuran

Upaya  untuk  menghasilkan  klon-klon  karet  unggul  dilakukan  secara  berkesinambungan  melalui  program  seleksi  dan  pemuliaan  secara terpadu .dengan  disiplin  lainnya.  Seleksi  klon  secara  bertahap  dilakukan  dari  mulai  semaian F 1, uji  plot  promosi  dan  pendahuluan, uji   lanjutan serta uji adaptasi.  Klon  terbaik yang lulus  dari  tahapan  seleksi  tersebut  kemudian  di rekomendasikan  sebagai klon unggul yang  anjuran  penanamannya dilakukan secara bertahap.   Evaluasi terhadap  kinerja  klon-klon  anjuran yang telah dikembangkan dipertanaman komersil baik dalam skala kecil    maupun   skala  luas tetap dilakukan dan informasi yang diperoleh sangat  penting serta  menjadi  dasar  untuk  merumuskan  kembali klon karet anjuran pada  periode berikutnya .
                   
Sistem rekomendasi disesuaikan dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang sistem Budidaya Tanaman sehingga rekomendasi klon karet unggul di kelompokkan menjadi  dua yaitu : Kelompok Klon Anjuran Komersial dan Kelompok Klon Harapan.
  1. Klon Anjuran Komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk pengembangan komersial dalam skala luas yang menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 disebut sebagai Benih Bina.
  2. Klon Harapan adalah klon-klon yang pada pengujian pendahuluan terbukti memiliki sifat keunggulan yang lebih baik namun belum teruji secara luas. Klon Harapan dianjurkan untuk pengembangan secara terbatas di perkebunan melalui kerjasama dengan Pusat Penelitian Karet.

Kemajuan penelitian karet selama empat siklus seleksi telah mampu menghasilkan klon karet unggul yang dapat dibagi kedalam kategori :
  1. Klon penghasil lateks : Klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks tinggi tetapi hasil kayu sedang.
  2. Klon penghasil lateks-kayu : Klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks tinggi dan hasil kayu juga tinggi.


Untuk periode tahun 2010 – 2014, telah dirumuskan klon karet anjuran untuk penanaman komersial adalah sebagai berikut :
             Klon penghasil lateks                  : IRR 104, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 340                 
             Klon penghasil lateks-kayu         : IRR 5, IRR 107, IRR 112, IRR 118, IRR 119,
                                                                    PB 330, RRIC 100.
 Klon Karet Anjuran IRR Seri 100
Klon-klon terbaru IRR seri 100 yang telah direkomendasikan adalah merupakan klon penghasil awal tinggi (> 1000 kg/ha/th) yang terdiri dari IRR 104, IRR 107, IRR 112, IRR 118 dan IRR 119. Klon IRR seri 100 lebih cenderung kearah penghasil lateks-kayu. Rata-rata produksi terbaik g/p/s selama sembilan tahun sadap diperlihatkan klon IRR 112 dan 118 masing-masing 52,3 g  dan 43,6 g dengan penyadapan ½ S d/2, sedangkan dengan ½ S d/3 + 2,5 ET, potensi hasil yang dicapai  masing-masing 50,0 g dan 48,5 g. Klon-klon tersebut di atas                       
termasuk dalam tipologi metabolisme tinggi, sehingga tidak begitu respon dengan penyadapan menggunakan stimulan. Rata-rata produksi karet kering g/p/s dari hasil pengamatan pada berbagai lokasi pengujian  klon anjuran IRR seri 100 disajikan pada Tabel 1 dan 2. 


Produksi Klon Karet Anjuran IRR seri 100 
Klon Karet Anjuran dan Harapan IRR Seri 200
Produksi karet kering g/p/s klon IRR seri 200  dengan penyadapan ½ S d/2 memperlihatkan bahwa klon IRR 208, IRR 211 dan IRR 220 memiliki produktivitas yang terbaik dengan kisaran produksi 48,8-52,0 g lebih besar 9-16% dibanding PB 260 (44,9 g), sedangkan dengan penyadapan ½ S d/3. ET 2,5% memperlihatkan produksi yang lebih tinggi, berkisar antara 63,2-66,2 g ( 13-18% lebih tinggi dari PB 260).  Klon IRR 207 (60,1g) memperlihatkan respon produksi yang lebih baik dengan penyadapan ½ S d/3. ET 2,5% dibanding ½ S d/2.


LIngkungan Sub Optimal Penanaman Karet

Wilayah perkebunan karet di Indonesia sangat bervariasi dalam hal agroklimat, tanah maupun penyebaran penyakit.  Faktor lingkungan ini memiliki rentang dari kondisi sub-optimal sampai optimal menurut jenis kendala lingkungan.

Secara umum ada dua faktor yang sangat mempengaruhi produksi di lapangan, yaitu pengaruh manajemen (penerapan kultur teknis) dan pengaruh lingkungan (kesesuaian agroekosistem).  Perbaikan kultur teknis budidaya tanaman dalam beberapa hal sebenarnya lebih mudah di atasi, dibandingkan kesalahan pemilihan klon (penanaman klon yang tidak sesuai dengan agroekosistem).  

Menurut beberapa hasil penelitian, faktor lingkungan sub-optimal yang secara signifikan dapat mempengaruhi produksi dan pertumbuhan tanaman karet adalah curah hujan (jumlah dan frekuensinya), ketinggian tempat, topografi, dan sifat-sifat fisik tanah.  

Menurut Basuki (1990) penurunan produksi akibat kesalahan penanaman klon yang tidak sesuai pada daerah basah (curah hujan >3.000 mm/th tanpa bulan kering) dapat mencapai 7-40%, karena tanaman terserang penyakit gugur daun secara berkepanjangan.  Hasil penelitian lainnya memperlihatkan bahwa terjadi penurunan populasi tanaman dan terlambatnya buka sadap dari beberapa klon yang ditanam pada daerah dengan agroklimat basah (curah hujan >2.500 mm/th, dengan 5-6 bulan basah) dibandingkan dengan daerah yang lebih kering (Suhendry, 2001).  Karakterisasi hujan rata-rata tiap tahun yang terbaik untuk tanaman karet adalah curah hujan 1.800-2.500 mm/th, dengan 115-150 hari hujan, dan 5-6 bulan kering (Darmandono, 1995).  

Ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh negatif terhadap produktivitas karet, melalui pengaruhnya yang sangat nyata terhadap jumlah hari hujan rata-rata setahun.  Pada ketinggian >700 m dpl, sudah memberikan efek yang buruk bagi pertumbuhan dan produksi karet (Darmandono, 1996). Sifat fisik tanah yang mempengaruhi pertumbuhan karet terutama lahan di dataran rendah dengan permukaan air tanah yang dangkal. 
Terhambatnya pertumbuhan akar dan pohon tumbang (up rooting) menjadi kendala pada jenis lahan tersebut. Untuk daerah penanaman dengan tingkat rawan angin yang tinggi, diperlukan manajemen tajuk bagi jenis klon yang mudah patah batang dan klon yang memiliki pertumbuhan tinggi yaitu dengan melakukan pemotongan tajuk pada ketinggian 6 m satu tahun sebelum buka sadap dan pemotongan berikutnya pada ketinggian 8 m setelah 1-2 tahun  sadap.

Dari beberapa fakta di atas, memperlihatkan bahwa faktor lokasi maupun interaksi klon x lokasi sangat nyata pengaruhnya terhadap produktivitas karet karena wilayah atau daerah penanaman karet secara komersial di perkebunan, ternyata juga memperlihatkan perbedaan secara spesifik.Penanaman klon-klon tertentu pada suatu lokasi (agroekosistem)  menjadi pertimbangan penting untuk menghasilkan kinerja klon yang optimal. 

Kinerja dan Karakteristik Klon Karet Anjuran 
Karet Klon IRR 5

  1. Klon IRR 5 adalah merupakan hasil seleksi dari pohon induk Sb 30/3. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 2002. 
  2. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM, sangat resisten terhadap penyakit gugur daun Oidium dan moderat resisten terhadap penyakit Colletotrichum dan Corynespora. 
  3. Klon ini memiliki pola produksi awal tinggi serta menunjukkan respon yang moderat terhadap stimulan. 
  4. Pertumbuhan pada berbagai lokasi pada tingkat observasi adaptabilitas lebih stabil dan matang sadap pada kondisi optimal dapat dicapai pada umur empat  tahun. 
  5. Potensi biomassa kayu batang bebas cabang pada umur 20 tahun mencapai 0,47 m3/ph dan kayu kanopi 0,61 m3/ph sehingga total biomassa  sebesar 1,08 m3/ph. 
  6. Produksi kumulatif karet kering yang dicapai pada tingkat pengujian  sebesar 12,7 ton/ha selama 6 tahun penyadapan. 
  7. Kualitas lateks klon IRR 5 tergolong moderat, sesuai diolah untuk menghasilkan lateks pekat, SIR 3 WF dan SIR 5 dan 10. 
  8. Karakteristik tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan yang jagur dan sedikit miring, permukaan batang agak beralur  dan kasar. 
  9. Kerapatan tajuk tergolong sedang dengan helaian daun lebih kaku dan susunan anak daun terpisah.

Karet Klon IRR 5
Karet Klon IRR 104
Klon IRR 104 adalah merupakan hasil persilangan antara klon BPM 101 x RRIC 110, direkomendasikan untuk penanaman skala komersial. 
  1. Klon ini memiliki pertumbuhan yang moderat pada masa TBM dan TM serta resisten terhadap serangan penyakit gugur daun Oidium, Colletotrichum, Corynespora dan tergolong toleran terhadap gangguan angin. 
  2. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur 4,5 – 5 tahun.  Potensi produksi kayu tergolong rendah, dengan asumsi total biomassa 0,67 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  3. Produksi karet kering kg/ha yang dicapai pada tingkat pengujian adaptasi sebesar 14,9 ton selama 9 tahun penyadapan. Klon IRR 104 memperlihatkan adaptasi yang baik pada agroekosistem penanaman yang lebih luas, baik di daerah curah hujan rendah dan daerah basah (curah hujan tinggi). 
  4. Lateks klon IRR 104 sesuai diolah untuk menghasilkan produk lateks pekat, RSS, SIR 3 WF dan SIR 5. 
  5. Karakteristik pada tanaman dewasa memperlihatkan permukaan batang yang kurang rata (agak berbenjol) dengan cabang-cabang utama membentuk sudut agak lebar dengan batang utama. 
  6. Kerapatan tajuk tergolong sedang dengan warna daun hijau kusam dan agak lembut.

Karet Klon IRR 104
Karet Klon IRR 107
  1. Klon IRR 107 merupakan hasil persilangan klon BPM101 x FX 2784. 
  2. Klon ini memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM dan TM,   moderat resisten terhadap  penyakit KAS, Oidium dan jamur upas, moderat terhadap Colletotrichum dan moderat rentan terhadap Corynespora . 
  3. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur empat tahun.
  4. Produksi karet kering kg/ha yang dicapai pada tingkat pengujian adaptasi sebesar 16,3 ton selama 10 tahun penyadapan dan rata-rata biomassa kayu 1,07 m3/pk. 
  5. Klon IRR 107 menunjukan kinerja yang baik pada daerah agroekosistem yang lebih kering (curah hujan rendah s.d sedang) dan mampu beradaptasi pada lahan sub-optimal dengan permukaan air tanah dangkal. 
  6. Lateks dari klon IRR 107 tergolong baik dan cocok diolah untuk produk RSS, SIR 5 dan SIR 3L . 
  7. Karakteristik pada tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan batang yang relatif lurus dengan 2-3 percabangan utama membentuk sudut yang lebih kecil.  
  8. Kerapatan daun tajuk tergolong jarang dengan perdaunan yang relatif kecil. 
  9. Pada tanaman muda di kebun entres memiliki susunan tangkai daun yang jarang dengan susunan helai daun bersinggungan.

Karet Klon IRR 107
Karet Klon IRR 112

  1. Klon IRR 112 adalah merupakan hasil persilangan antara klon IAN 873 x RRIC 110. 
  2. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 2006. 
  3. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM dan TM serta  resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Corynespora, moderat resisten terhadap penyakit Oidium, dan  Jamur upas serta moderat terhadap Colletotrichum. 
  4. Klon IRR 112 menunjukan pertumbuhan  yang  stabil pada berbagai lokasi pengujian. 
  5. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur empat  tahun, dengan potensi produksi biomassa kayu mencapai 0,98 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  6. Produksi karet kering kg/ha yang dicapai pada tingkat pengujian adaptasi sebesar 22,5 ton selama 9 tahun penyadapan. 
  7. Klon IRR 112 menunjukan adaptasi yang baik pada kondisi agroekosistem yang lebih luas, baik di daerah dengan curah hujan rendah maupun curah hujan tinggi. 
  8. Lateks klon IRR 112 sesuai diolah untuk menghasilkan produk lateks pekat, RSS SIR 3L, SIR 3WF dan SIR 5. 
  9. Karakteristik pada tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan yang lurus dan jagur, permukaan batang  agak beralur. 
  10. Karakteristik daun mengkilap dengan pinggir daun bergelombang.

Karet Klon IRR 112
Karet Klon IRR 118

  1. Klon IRR 118 adalah merupakan hasil persilangan antara klon LCB 1320 x FX 2784. 
  2. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 2004. 
  3. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan yang sangat jagur pada masa TBM dan TM serta sangat resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Oidium, dan Corynespora serta moderat terhadap penyakit Colletotrichum  dan jamur upas. 
  4. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur 4  tahun dengan potensi produksi biomassa kayu mencapai 0,95 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  5. Produksi karet kering kg/ha yang dicapai pada tingkat pengujian adaptasi sebesar 18,3 ton selama 9 tahun penyadapan. 
  6. Klon IRR 118 menunjukan produksi yang relatif lebih bervariasi pada tingkat pengujian dan klon ini  beradaptasi lebih baik pada kondisi agroekosistem dengan curah hujan rendah.
  7. Lateks klon IRR 118 sesuai diolah untuk produk lateks pekat, RSS, SIR 3CV Medium, SIR 3L dan SIR 5. 
  8. Karakteristik batang tegap dan sedikit terdapat corak berwarna batu bata, serta bentuk helaian daun bulat telur di atas.
Karet Klon IRR 118

Karet Klon IRR 119

  1. Klon IRR 119 merupakan hasil persilangan klon RRIM 701 x RRIC 110. 
  2. Klon ini memiliki pertumbuhan yang jagur pada masa TBM dan TM serta  moderat resisten terhadap serangan penyakit gugur daun Oidium, Colletotrichum, Corynespora, jamur upas dan kering alur sadap. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur empat tahun.  
  3. Rata-rata produksi karet kering kg/ha yang dicapai sebesar 17,2 ton selama 10 tahun penyadapan dengan rata-rata volume biomassa kayu tergolong tinggi pada umur 20 tahun sebesar 1,04 m3/pk. 
  4. Lateks klon ini tergolong stabil dan dapat diolah untuk produk RSS, SIR 5, SIR 3CV medium, SIR 3L dan lateks pekat. Klon IRR 119 menunjukan kinerja yang baik pada daerah dengan agroekosistem basah maupun kering dengan produktivitas yang stabil. 
  5. Karakteristik pada tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan batang yang lurus dengan percabangan yang  kecil membentuk sudut yang sempit dengan batang.  
  6. Helaian daun terlihat lebih kaku dengan bentuk payung daun terbuka.


Karet Klon IRR 220
  1. Klon IRR 220 adalah merupakan hasil persilangan antara klon PB 260 x IAN 873, direkomendasikan untuk penanaman komersial mulai tahun 2010. 
  2. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan yang  jagur pada masa TBM dan moderat pada masa TM serta tergolong moderat resisten s.d resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Oidium, dan Corynespora serta moderat terhadap penyakit Colletotrichum  dan jamur upas. 
  3. Masa matang sadap pada kondisi yang  optimal dapat dicapai pada umur 4-4,5  tahun, dengan asumsi potensi produksi kayu sekitar 0,60 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  4. Produksi karet kering kg/ha yang dicapai pada tingkat pengujian adaptasi sebesar 23,7 ton selama 8 tahun penyadapan. 
  5. Lateks sesuai diolah untuk menghasilkan produk lateks pekat, RSS, SIR 3 WF dan SIR 5. Klon ini  beradaptasi  baik pada kondisi agroekosistem dengan curah hujan sedang dan curah hujan tinggi. 
  6. Karakteristik tanaman dewasa memiliki pertumbuhan yang sangat tinggi, sehingga penanaman di daerah rawan angin harus dilakukan manajemen tajuk. 
  7. Klon memiliki permukaan batang yang mulus dengan bekas pertumbuhan cabang agak jelas,  percabangan utama dan sekunder tergolong kecil dan meluruh (self prunning). 
  8. Kerapatan tajuk tanaman tergolong sedang. 
Karet Klon IRR 220

Karet Klon BPM 24
  1. Klon BPM 24 merupakan hasil persilangan antara GT 1 x AVROS 1734. 
  2. Klon ini pertama kali dianjurkan untuk penanaman skala komersial pada tahun 1988. 
  3. Klon BPM 24 merupakan klon dengan ciri quick starter (produksi awal tinggi) dan memiliki kelebihan yaitu sangat resisten terhadap penyakit gugur daun Corynespora. 
  4. Kelemahan klon BPM 24 adalah peka terhadap kekeringan alur sadap dengan penyadapan intensitas tinggi serta terdapat kasus  penyakit bark necrosis pada beberapa lokasi pertanaman komersial. 
  5. Pertumbuhan klon ini  lebih stabil pada berbagai lokasi di perkebunan, masa buka sadap dapat dicapai pada umur 4,5-5 tahun. 
  6. Potensi biomassa kayu mencapai 0,68 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  7. Standar produksi kumulatif karet kering  pada kondisi optimal mencapai 30,3 ton/ha sampai dengan 15 tahun sadap. 
  8. Klon BPM 24 tidak begitu respon terhadap pemakaian  stimulan. 
  9. Produksi yang dicapai pada berbagai lokasi di perkebunan bervariasi antara 6,8 sampai 7,2 ton/ha sampai 5 tahun penyadapan. 
  10. Lateks BPM 24 sesuai diolah untuk menghasilkan produk  lateks pekat, RSS, SIR 3L, dan SIR 5. 
  11. Karakteristik tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan yang moderat, percabangan relatif lebih kecil dan membentuk sudut agak lebar dengan batang, dengan helaian daun berbentuk ellips.
Karet Klon BPM 24

Karet Klon PB 260
  1. Klon PB 260 adalah merupakan hasil persilangan antara klon PB 5/51 x PB 49. 
  2. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 1996, dan merupakan klon yang paling populer sampai saat ini, serta cukup luas ditanam di perkebunan besar maupun pertanaman karet rakyat.  
  3. Kelebihan klon ini tergolong moderat resisten terhadap penyakit gugur daun Corynespora dan moderat terhadap Colletotrichum serta memiliki produksi awal yang tinggi dan meningkat pada tahun berikutnya dengan penyadapan tanpa stimulan. 
  4. Kelemahan klon ini, cenderung mengalami kering alur sadap, bila disadap dengan intensitas yang tinggi dan tidak disarankan menanam dengan kerapatan tinggi pada daerah yang sangat lembab karena dapat menimbulkan gangguan penyakit jamur upas. 
  5. Pertumbuhan klon PB 260 lebih stabil di beberapa lokasi dan waktu matang sadap dapat mencapai  umur 4-4,5 tahun. 
  6. Produksi karet kering kg/ha pada kondisi yang optimal dapat mencapai 32 ton selama 15 tahun sadap. 
  7. Produksi PB 260 dinilai cukup stabil dibeberapa lokasi pertanaman komersial. Pada beberapa lokasi di perkebunan produksi dapat mencapai 17-19 ton/ha selama 10 tahun penyadapan. 
  8. Lateks dapat diproses menjadi produk lateks pekat, RSS, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 5. Karakteristik klon memiliki pertumbuhan yang tinggi dengan percabangan kecil dan lateralistik serta bersifat luruh sendiri (self prunning). 
  9. Penanaman di daerah rawan angin harus dilakukan manajemen tajuk.

Karet Klon PB 260
Karet Klon PB 330

  1. Klon PB 330 adalah merupakan hasil persilangan antara klon PB 5/51 x PB 32/36. 
  2. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 1998. 
  3. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan paling jagur pada masa 
  4. TBM serta percabangan yang ringan dan terbuka serta moderat resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun dan resisten terhadap jamur upas. 
  5. Kelemahan klon ini memiliki sifat batang yang agak rapuh sehingga mengalami banyak resiko patah batang pada penanaman di daerah rawan gangguan angin. 
  6. Pertumbuhan pada berbagai lokasi di perkebunan lebih stabil dan pada umumnya pencapaian matang sadap pada umur 4-4,5 tahun. 
  7. Potensi biomassa kayu mencapai 0,93 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  8. Produksi karet kering kg/ha yang dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar 21,3 ton selama 10 tahun penyadapan. 
  9. Klon PB 330 memiliki respon yang moderat terhadap pemakaian stimulan. 
  10. Produksi aktual pada berbagai lokasi di perkebunan dapat mencapai 9-10 ton/ha selama 5 tahun sadap. 
  11. Lateks sesuai diolah menjadi produk lateks pekat, RSS, SIR 3L dan SIR 5. 
  12. Karakteristik klon pada tanaman dewasa memiliki pertumbuhan yang lurus, tinggi dengan percabangan utama yang kecil. 
  13. Penanaman di daerah rawan angin harus dilakukan manajemen tajuk. Kerapatan daun tajuk tanaman tergolong jarang (tipis).
Karet Klon BP 330

Karet Klon PB 340
  1. Klon PB 340 adalah merupakan hasil persilangan antara klon PB 235 x PR 107. 
  2. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 2006. 
  3. Kelebihan klon ini memiliki produksi awal yang tinggi dan meningkat pada tahun berikutnya serta pertumbuhan yang jagur pada masa TBM dan TM. Klon PB 340 tidak respon terhadap pemakaian stimulan. 
  4. Tergolong resisten terhadap penyakit gugur daun tetapi  banyak mengalami ganguan bark necrosis akibat serangan jamur Fusarium sp pada daerah penanaman yang memiliki kelembaban tinggi dan serangan sekunder hama bubuk. 
  5. Pertumbuhan pada beberapa lokasi di perkebunan relatif stabil, dan pada umumnya dapat dibuka sadap pada umur 4,5 tahun. 
  6. Potensi produksi kayu sekitar 0,89 m3/ph pada umur 20 tahun. 
  7. Produksi karet kering kg/ha yang dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar 15,4 ton selama 7 tahun sadap. 
  8. Produksi aktual pada  berbagai pertanaman komersial mencapai 8,7 – 9,3 ton selama 5 tahun sadap. 
  9. Lateks sesuai diolah menjadi produk lateks pekat, RSS, SIR 3L dan SIR 5. 
  10. Karakteristik klon pada tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan yang lurus dengan percabangan relatif kecil dan tajuk yang padat.

Karet Klon BP 340
Karet Klon RRIC 100
  1. Klon RRIC 100 adalah merupakan hasil persilangan antara klon RRIC 52 x PB 85. 
  2. Klon introduksi asal Sri Lanka ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun 1992. 
  3. Kelebihan klon ini, memiliki pertumbuhan yang sangat jagur pada masa TBM dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap gangguan penyakit gugur daun Oidium, Colletotrichum dan Corynespora. 
  4. Kelemahan klon ini, pertumbuhan kulit setelah disadap tidak rata (berbenjol) sehingga menyulitkan penyadapan pada panel kulit pulihan. 
  5. Pola produksi RRIC 100 adalah produksi awal rendah dan meningkat perlahan pada tahun berikutnya dan sangat respon terhadap stimulan (tipologi metabolisme rendah). 
  6. Pertumbuhan batang cukup stabil pada berbagai lokasi di perkebunan, dan masa matang sadap mencapai umur 4 - 4,5 tahun. 
  7. Potensi volume biomassa kayu mencapai 1,16 m3/ph pada umur 20 tahun.  
  8. Produksi karet kering kg/ha pada kondisi yang optimal mencapai 32 ton selama 15 tahun penyadapan dengan memakai stimulan. 
  9. Produksi dipertanaman komersial bervariasi antara 7,1 – 7,3 ton/ha selama 5 tahun sadap dan dapat mencapai 12,5 – 15,6 ton/ha selama 8 tahun sadap. Lateks sesuai diolah untuk menghasilkan produk lateks pekat, RSS, SIR 3L dan SIR 5. Karakteristik tanaman dewasa memperlihatkan pertumbuhan batang yang tegap, pertumbuhan kulit pulihan tidak rata dengan bekas pertumbuhan cabang yang jelas. Kerapatan daun tajuk tanaman tergolong padat dengan ukuran anak daun yang besar.

Saran 
Pemilihan klon untuk penanaman komersial klon unggul baru seri IRR disarankan secara bertahap dengan luas penanaman tiap klon berkisar 10-20  hektar. 
  1. Penanaman yang lebih luas dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kesesuaiannya pada lingkungan setempat (spesifik lokasi) serta memperhatikan karakteristik sekunder klon. 
  2. Sedangkan klon-klon anjuran yang lebih lama, dapat ditanam lebih luas sekitar 20-30% dari setiap peremajaan/penanaman baru. 
  3. Hasil yang optimal akan diperoleh jika penanaman klon pada suatu daerah sesuai dengan kondisi agroklimat lokasi penanaman dan dikelola dengan manajemen pemeliharaan serta sistem eksploitasi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
  • Aidi Daslin, I. Suhendry dan R. Azwar. 1997. Produktivitas perkebunan karet dalam hubungannya dengan jenis klon dan agroklimat.  Kumpulan Makalah Apresiasi Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan Perkebunan Karet. 1997 : 201-215.
  • Aidi Daslin. I. Suhendry and R. Azwar. 2000. Growth characteristics and yield performance of recommended clones in commercial planting.  Proc. Indonesian Rubb. Conf. and IRRDB Symp. 2000, 150-158.
  • Aziz, A. SAK. 1988.  Introducing research result into practice the experience with natural rubber.  In Aziz, A. SAK and Schiweltzer, D.T. (eds) Research Management, RRIM Kuala Lumpur.
  • Basuki, S.Pawirosoemardjo, U.Nasution, Sutardi, W.Sinulingga dan A. Situmorang.  1990. Penyakit gugur daun Colletotrichum pada tanaman karet di Indonesia.  Potensi, Penyebaran dan Penanggulangannya. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Tanaman Karet 1990, 268-295.
  • Basuki. 1992.  Manajemen penyakit tumbuhan di perkebunan karet. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Tanaman Karet 1992, 199-207
  • Darmandono. 1996. Pengaruh elevasi terhadap produktivitas karet.  Jurnal Penelitian Karet. 1996, 14(1) : 56- 69.
  • Murdiyarso. 1990. Aspek aerodinamika dalam pengelolaan perkebunan.  Forum Komunikasi Perkebunan ke-VI, PT. Perkebunan IV. G. Pamela, 16 hal.
  • Radite-Tistama dan Sumarmadji. 2007. Pengelompokan klon karet berdasarkan sifat metabolismenya untuk menerapkan sistem eksploitasi yang optimal. Materi pada Workshop Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul dan Pengenalan Klon Penghasil Lateks-Kayu. 12 hal.
  • Santoso, B dan Basuki. 1990.  Hubungan produktivitas dan tingkat kerusakan oleh angin pada tanaman karet.  Forum Komunikasi Perkebunan ke-VI, PT. Perkebunan IV. G. Pamela, 34 hal.
  • Soekirman P., H. Soepena dan A. Situmorang. 1992.  Sebaran penyakit utama tanaman karet di Indonesia. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Tanaman Karet 1992, 209-216.
  • Sugiyanto, Y., H. Sihombing dan Darmandono.  1998.  Pemetaan agroklimat dan tingkat kesesuaian lahan perkebunan karet. Pros. Lok. Pemuliaan 1998 & Diskusi Prospek Karet Alam Abad 21, 201-222.
  • Sumarmadji. 2000. Sistem eksploitasi tanaman karet yang spesifik-diskriminatif. Warta Pusat Penelitian karet 19 (1-3): 31 – 39
  • Sumarmadji, THS Siregar, dan Karyudi. 2003. Sistem eksploitasi yang lebih sesuai untuk menunjang produktivitas karet  yang optimal. Pross. Konf. Agrib. Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu. 124 – 139.
  • Thomas. 1994. Aspek hidrologi pada perkebunan karet. Warta Pusat Penelitian Karet, 1996, 15(1) : 1-6.

Disampaikan oleh Aidi Daslin Sagala 
Balai Penelitian Sungei Putih
Pusat Penelitian Karet 
Pada Workshop Karet 



Standar Produksi Karet Kering (Kg/ha) Klon Klon Karet Anjuran






0 Response to "Informasi Kinerja 12 Klon Karet Unggul Anjuran dan Kesesuaiannya Pada Kondisi Berbagai Agroekosistem"

Post a Comment

Arsip Blog

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel