google.com, pub-6935017799501206, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Pohon Waru Hibiscus tIliaceus, Tanaman Peneduh bermanfaat untuk Industri Pulp - PLANTER AND FORESTER

Pohon Waru Hibiscus tIliaceus, Tanaman Peneduh bermanfaat untuk Industri Pulp

Pohon Waru Hibiscus tIliaceus, Tanaman Peneduh bermanfaat untuk Industri Pulp
Waru, Waru Laut Wande
Hibiscus tiliaceus
Nama Populer            : Waru, Waru Laut Wande
Nama Latin               : Hibiscus tiliaceus
Family                    : Malvaceae
Origin - Daerah Asal : Pantai Samudra Pasifik dan Hindia
Letak Landscape         : Halaman Depan, Tepi jalan, Tanaman Peneduh, Shade tree
Tipe Tanaman Hias   : Tanaman Pelindung, Shade tree
Propagasi perbanyakan : Stek , Biji
Media Tanam   : Tanah Kebun
Perlakuan khusus     : Pemupukan dan Pemangkasan


Hibiscus tiliaceus alias Waru

Tanaman Waru Waru Laut Wande  atau Hibiscus tiliaceus sebenarnya banyak tumbuh liar di sepanjang pantai sehingga disebut Waru Laut.

Tanaman Waru mampu bertahan menghadapi tanah yang kurang subur dan kadar garam tinggi alias salinitas tinggi.

Saat ini Tanaman Waru banyak ditanam di kebun atau pinggiran jalan sebagai pohon pelindung.
Kayu pohon waru banyak digunakan masyarakat Bali untuk ukiran.

Pohon waru juga banyak dibudidayakan sebagai tanaman Bonsai di Taiwan.

Bunga Pohon Waru bentuknya menyerupai kembang sepatu tetapi menghadap ke bawah.

Bunganya berwarna kuning cerah saat baru berbunga dan akan berubah menjadi kuning tua saat semakin lama, kemudian layu dan akhirnya rontok.

Waru atau baru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal sebagai waru laut, dan dadap laut (Pontianak) telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang juga pantai.

Meskipun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru yang diambil karena akarnya tidak bisa jadi jalan yang rusak dan bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Namun, sebagian besar tanaman ini diperbanyak dengan biji. Memakai stek untuk pengembanganbiakan waru agak sulit, karena tunas akan mudah sekali terpotong.

Waru masih semarga dengan sepatu kembang.
Waru, Hibiscus tiliaceus
Tumbuhan ini asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), Hibiscus pantai, Tewalpin, Hibiscus Laut, atau Coastal Cottonwood dalam bahasa Inggris.

Di Indonesia tumbuhan ini memiliki banyak nama seperti: baru (Gayo, Belitung, Md., Mak., Sumba, Hal.); baru dowongi (Ternate, Tidore); waru (Sd., Jw., Bal., Bug., Flores); haru, halu, faru, fanu (aneka bahasa di Maluku); dan lain-lain

Pohon Waru tinggi 5–15 m. Di tanah yang subur tumbuh lebih lurus dan dengan tajuk yang lebih sempit di tanah gersang.

Daun bertangkai, bundar atau bundar telur bentuk hati dengan tepi rata, garis tengah hingga 19 cm; bertulang daun menjari, sebagian besar daun utama dengan kumpulan pada pangkalnya di sisi bawah daun; sisi bawah bukit abu-abu rapat. Daun penumpu bundar telur memanjang 2,5 cm, meninggalkan bekas berupa cincin di ujung ranting.

Bunga berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 2-5 kuntum.

Daun kelopak tambahan bertaju 8-11, lebih dari separohnya berlekatan. Kelopak sepanjang 2,5 cm, bercangap 5. Daun mahkota bentuk kipas, berkuku pendek dan lebar, 5-7 cm, kuning, jingga, dan akhirnya kemerah-merahan, dengan noda ungu pada pangkalnya. Buah kotak bentuk telur, berparuh pendek, beruang 5 tak sempurna, siap dengan 5 katup.

Bijinya kecil, dan berwarna coklat muda. Akar waru berbentuk tunggang dan berwarna putih kekuningan.

Manfaat dan Kegunaan Tanaman Waru cukup banyak, baik sebagai material furniture maupun berkhasiat sebagai obat

Kayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus, dan tak begitu keras; kelabu kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan di tanah, kayu waru ini biasa digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas, ukiran, serta kayu bakar.

Dari kulit batangnya, setelah direndam dan dipukul-pukul, dapat diperoleh serat yang disebut lulup waru. Serat ini sangat baik untuk dijadikan tali.
Serat ini juga merupakan bahan yang penting, dan digunakan untuk pepagan waru dan digunakan untuk membuat tali. Tali ini, selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar membuat jaring dan tas-kasar.

Simplisia yang digunakan untuk tanaman waru untuk pengobatan adalah daun dan bunganya. Daunnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol, sedangkan akarnya mengandung saponin, flavonoida, dan tanin.

Daunnya bisa dijadikan pakan ternak, atau yang muda, dapat pula dibuat sayuran. Bisa juga, untuk menggantikan daun jati dalam proses peragian kecap.

Daun yang diremas dan dilayukan digunakan untuk mempercepat pematangan bisul. Daun muda yang diremas digunakan sebagai bahan penyubur rambut. Daun muda yang direbus dengan gula batu digunakan untuk melarutkan (mengencerkan) dahak pada sakit batuk yang agak berat. Kuncup daunnya digunakan untuk mengobati darah dan berlendir pada anak-anak.
Akar tanaman waru bisa dipakai untuk obat demam.

Berdasarkan hasil penelitian, serat yang dihasilkan waru pendek dan kurang baik sebagai bahan pulp. Di Jawa, kayunya dipakai untuk bahan bakar.
Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus ikan segar oleh pedagang di pasar dan pedagang ikan keliling.

Bunga waru bisa dibuat selai biologis. Bunganya mekar di pagi hari dengan mahkota berwarna kuning. Di siang hari warnanya berubah jingga dan sakit hari menjadi merah, sebelum akhirnya jatuh.
Legenda masyarakat penghuni Pulau Jawa menyatakan, kuntilanak menyukai pohon waru yang tumbuh miring (waru doyong) sebagai tempat bersemayamnya.
Ekologi dan penyebaran tanaman. Tanaman Waru memiliki buah yang unik dan memecah saat matang.

Buah yang memecah, Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuh ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 hingga 2.000 mm. Waru biasa ditemui di Pesisir pantai yang berpasir, hutan bakau, dan juga di wilayah riparian. Waru tumbuh pembohong di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih lebar.

H. tiliaceus tumbuh alami di pantai-pantai Asia Tenggara, Oceania dan Australia utara dan timur. Diintroduksi ke Australia barat daya, Afrika bagian selatan, serta Hawaii.

Hibiscus similis Bl. (waru gunung atau waru gombong) memiliki bentuk pohon, daun, bunga dan buah yang Terkait dengan Hibiscus tiliaceus, dengan hanya sedikit perbedaan. Lebih baik dari pangkal; tangkai bunga yang sedikit lebih pendek; daun kelopak yang hanya melekat setengah jalan; dan biji yang berambut kasar.

Hibiscus macrophyllus Roxb. (tisuk atau waru lanang) memiliki bentuk pohon yang lebih tinggi, lebih kompilasi muda; berdaun jauh lebih lebar; dengan daun penumpu yang panjang

Thespesia populnea Soland. juga disebut waru laut atau waru; Memiliki daun seperti kulit yang tidak disetujui, disetujui bersisik coklat rapat, tampak jelas pada daun yang muda. Bunga Terkait dengan bunga waru, tetapi tangkai putiknya tidak dibagikan di ujungnya.

Hibiscus mutabilis L. disebut juga waru landak. Berukuran daun lebih kecil, 5-8 cm. Bunganya keluar dari ketiak daun dan dibagikan di ujung tangkai. Pada pagi hari, bunganya putih dan berbentuk dadu, dan di sore hari layu menjadi merah. Lendir daun digunakan untuk melunakkan bisul yang keras.

0 Response to "Pohon Waru Hibiscus tIliaceus, Tanaman Peneduh bermanfaat untuk Industri Pulp "

Post a Comment

Arsip Blog

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel